Mengenal Tarsius; Satwa Endemik Sulawesi Utara

Mengenal Tarsius; Satwa Endemik Sulawesi Utara - Di berbagai diskursus publik yang menyangkut pembahasan satwa endemik, tidak lengkap jika kita mengesampingkan hewan primata mungil yang bernama Tarsius. Sebelum membahas jauh terkait apa itu tarsius, alangkah baiknya kita memahami apa itu satwa endemik.

Secara umum, satwa endemik adalah spesies satwa yang hidup dan berkembangbiak hanya di wilayah-wilayah tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain. Tarsius menjadi endemik karena faktor isolasi wilayah/geografi yang mana ia hanya hidup di satu tempat tidak di tempat lain. Tantangan ruang hidup itulah menjadikan satwa ini endemik dan rentan punah sehingga harus ada upaya perlindungan dan pelestarian demi kelangsungan hidup dan keturunan.

Satwa endemik tarsius

Apa itu Tarsius?


Tarsius atau nama latinnya Tarsius Spectrum adalah satwa primata yang berasal dari famili Tarsidae. Tarsius lebih di kenal dengan hewan yang ukurannya kecil bermata bulat besar dan seringkali mendapat sebutan sebagai satwa eksotik. Satwa eksotik adalah satwa yang memiliki keunikan yang tidak lazim.

Tarsius merupakan satwa endemik sulawesi utara yang mendiami hutan primer dan sekunder. Perbedaan jenis hutan ini diketahui pada pasokan makanan yang bisa didapat oleh satwa tarsius. Satwa tarsius biasanya mendiami hutan hujan dataran rendah dekat laut dan bisa hidup sampai pada pegunungan dengan ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Satwa ini lebih aktif di malam hari sehingga tarsius termasuk hewan nonturnal. Sama halnya dengan monyet biasa, tarsius mencari makan dari pohon satu ke pohon lainnya dengan cara melompat-lompat. Setelah mendapatkan mangsa, satwa ini kemudian kembali ke sarangnya. Sarang tarsius biasanya terletak di tempat yang aman dan jauh dari bidikan predator. Di sarang mereka, tarsius hidup berkelompok demi melangsungkan kehidupan mereka.

Apa peran Tarsius dalam ekosistem?


Sebagai hewan atau satwa insektivora, tarsius berperan penting dalam pemberantasan serangga atau hama. Tarsius mengendalikan populasi serangga sehingga merupakan satu keuntungan bagi para petani dalam bercocok tanam. Sebagai satwa yang berperan penting dalam rantai makanan, maka pelestarian satwa ini harus benar-benar dilakukan.

Dalam IUCN, tarsius tergolong satwa yang dilindungi dengan status rentan atau vulnerable. Hal ini tercantum juga dalam CITES appendix II yang rentan punah akitab ulah pemburuan dan perdagangan satwa liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Melansir dari Jurnal Zootek, kepadatan populasi tarsius di Tangkoko berkisar 152/km2 (Gersky 1997). Kecenderungan satwa ini rentan punah menyebabkan banyak penelitian yang mengarah pada proses bagaimana pelestarian dan menjadikan hewan ini tetap bertahan hidup sampai puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun ke depan.

Apa faktor yang menyebabkan hewan ini rentan punah?

Seperti yang tertulis di atas, dampak perburuan dan juga perdagangan hewan liar menjadikan hewan ini rentan punah. Namun beberapa faktor juga menjadi penyebab yang tidak kalah berbahaya. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan tarsius bisa mati dan punah yaitu faktor eksternak dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar atau jika untuk satwa tarsius, faktor eksternak biasanya datang dari lingkungan. Sedangkan faktor internal biasanya berasal dari satwa itu sendiri.

Beberapa contoh faktor eksternal yang menyebabkan tarsius rentan punah yaitu, lingkungan. Secara spesifik penyebab punahnya satwa ini adalah berasal dari habitat, sarang, vegetasi, perubahan iklim, suhu, kelembabab, intensitas cahaya, curah hujan, predator pemangsa, manusia, dan kekurangan rantai makanan. Beberapa faktor ini secara signifikan menjadi penyebab punahnya tarsius. Faktor internal mungkin seringkali muncul dari keadaan psikologis satwa.

Bagaimana cara pelestariannya?


Pelestarian biasanya digunakan untuk sesuatu yang cenderung hilang atau punah. Satwa endemik tarsius peting untuk dilestarikan, selain memiliki peran penting dalam rantai makanan, satwa ini adalah ikon Sulawesi Utara. Lantas bagamana upaya pelestariannya?

Melansir dari Jurnal Zootek, pelestarian dilakukan sebagai upaya mempertahankan atau sekaligus meningkatkan populasi tarsius itu sendiri. Berbagai macam metode pelestarian yang bisa dipakai dalam hal ini. Namun pada umumnya dalam pelestarian satwa, metode penangkaran adalah salah satu pilihan yang tepat. Penangkaran merupakan cara mempertahankan kelangsungan hidup suatu spesies sekaligus mendukung perkembangbiakannya.

Penangkaran tarsius bisa dilakukan dengan dua cara yaitu penangkaran pada habitat asli atau (in-situ) atau di luar habitat asli (ex-situ). Maksud dari kedua metode ini adalah jika penangkaran dilakukan pada habitat aslinya, itu berarti pelestarian tarsius tidak membutuhkan tempat dan manajemen khusus. Penangkaran pada habitat asli ini membiarkan tarsius berkembangbiak dan melangsungkan kehidupannya di alam bebas, tanpa memindahkan sarangnya. Namun yang harus diperhatikan yaitu pengawasan secara terus menerus dikarenakan tarsius masih di alam liar. Namun dengan adanya perlingdungan satwa liar dan hutan melalui produk hukum negara Indonesia, bisa di katakan hal ini membantu para tim observasi satwa endemik.

Jika penangkaran dilakukan di luar habitat asli atau katakanlah penangkaran pada habitat buatan, maka hal terpenting yang harus dipahami mengenai psikologi dan karakteristik tarsius, tidak terkecuali sarang dan makanan. Di Sulawesi Utara sendiri, lokasi penangkaran bisa ditemukan di Cagar Alam Tangkoko Bitung Sulawesi Utara.

Sekian pembahasan singkat mengenai satwa endemik tarsius (tarsius spectrum) pada artikel kali ini, semoga bermanfaat dan bisa menjadi sedikit referensi untuk mengenal Tarsius.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel