Dampak Filosofi Veganism Bagi Industri Peternakan Indonesia

Dampak Filosofi Veganism Bagi Industri Peternakan Indonesia - Di artikel kali ini, kita akan membahas sedikit mengenai filosofi veganisme (veganism) dan dampaknya bagi industri peternakan. Kita mungkin pernah mendengar terkait apa itu veganisme. Juga lazim kita mendengar istilah vegetarian. Sebagian besar orang-orang menyebut veganisme dan vegetarian itu sama. Namun walaupun terlihat sama, seorang vegan dan vegetarian masing-masing berangkat dari keputusan yang jauh berbeda.

Veganism memiliki dampak pada peternakan

Sejarah Singkat Munculnya Kaum Vegan


Kalau kita menelisik lebih jauh terhadap persoalan munculnya kaum vegan, kita akan diarahkan ke beberapa tahun ke belakang. Di mana pada tahun 1944, adalah awal mula komunitas vegan mengadakan pertemuan di Kota London tepatnya di Attic Club, 144 High Holborn. Mereka yang saat itu hadir pada pertemuan awal komunitas vegan antara lain Donald Watson, Fay K Henderson, Paul Spencer, Elsie B Shrigley, Alfred Hy Haffenden, dan Bernard Drake.

Setelah pertemuan mereka pada tahun 1994 tepat pada awal bulan November, maka dalam perkembangannya kemudian di tetapkan 1 November adalah Hari Vegan Sedunia. Dengan beberapa keputusan bahwa mereka dengan terus terang menolak terhadap eksploitasi hewan, baik untuk keperluan bahan makanan, pakaian, dan segala bentuk olahan yang berasal dari hewan.

Jauh sebelum Donald Watson dan rekan-rekannya mempopulerkan istilah vegan, pada tahun 1621-1680 seorang yang telah lebih dulu mempraktikan gaya hidup vegan adalah Roger Crab dan diikuti beberapa tokoh pendukung hingga akhirnya sebuah istilah dan komunitas orang-orang vegan terbentuk.

Kita akan melihat betapa seriusnya para pelaku komunitas vegan waktu itu. Pada tahun 1947, Donald Watson menulis sebuah pernyataan "Vegan menolak Mitos bahwa kehidupan manusia bergantung pada eksploitasi mahluk-mahluk hidup yang perasaannya sama dengan perasaan kita." Ini adalah sebuah bukti bahwa kecenderungan mereka menolak tindakan pemanfaatan hewan sangat serius.

Berselang beberap tahun kemudian, buletin berkala milik komunitas vegan mengartikan Veganism sebagai doktrin yang mengharuskan manusia hidup tanpa eksploitasi hewan. Lalu beberapa gerakan yang menyatakan bahwa vegan sebisa mungkin keluar dari rantai makanan yang selama ini dipercaya sebagai konsep baku dari sebuah ekosistem alam semesta.

Doktrin Veganism atau Veganisme, telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan di dunia. Berbagai komunitas masyarakat Vegan berangsung-angsur didirikan sebagai upaya deklarasi penolakan atas eksploitasi hewan sebagai bahan makanan dan segala produk yang berasal dari hewan.

Di Indonesia, komunitas masyarakat Vegan di dirikan pada tahun 2009 dengan nama Vegan Society of Indonesian (VSI).  Hingga menjelang tahun 2018, berdirilah organisasi yang menyatukan seluruh komunitas vegan dari seluruh penjuru dunia. Tepat pada 1 Januari 2018, dihadapan publik sekalian, organisasi ini diperkenalkan dengan nama Word Vegan Organisation (WVO) sebagai bentuk keseriusan masyarakat vegan dunia dalam menyebarkan doktrin Veganisme. Presiden WVO pertama berasal dari komunitas Vegan Society of Indonesian yaitu bapak Dr. drs. Susianto, MKM. 

Dampak Veganism Bagi Industri Peternakan


Keikutsertaan Indonesia dalam deklarasi Veganisme merupakan satu prestasi Indonesia dalam melihat dan memaknai hewan sebagai mahluk yang memiliki perasaan sama seperti manusia. Namun Juga telibatnya tokoh dari Indonesia sebagai presiden pertama WVO disinyalir akan memiliki dampak bagi industri peternakan di Indonesia. Mengapa ini bisa terjadi?

Kita tidak akan menggunakan rumus-rumus maupun perhitungan-perhitungan matematik yang rumit. Kita hanya akan membuat beberapa perbandingan dan studi komparatif bagaimana doktrin veganisme oleh para vegan membahayakan bagi Industri peternakan itu sendiri.

Sekitar dua tahun lalu, perusahaan konsultan global AT Kearney menyatakan bahwa pada beberapa tahun kedepan atau pada tahun 2040, mayoritas daging yang tersebar luas di pasaran bukan lagi daging yang berasal dari hewan. Percaya atau tidak, hal ini telah menjadi perbincangan dan berbagai perusaan ahli industri telah memprediksi bahwa hal ini akan terjadi. 

Sebagai bentuk keseriusan terhadap proyek ini, perusahaan AT Kearney memprediksi anggaran biaya yang telah diinvestasikan kedalam proyek ini sekitar 1 miliar dolar Amerika Serikat, itu pada dua tahun lalu. 

Kekhawatiran ini akan dirasakan oleh industri peternakan yang ada di Indonesia. Yang mana tugas memproduksi daging adalah bagian mereka, beberapa puluh tahun mendatang akan diambil alih oleh industri penyedia daging buatan. Daging ini tidak lagi berasal dari hewan yang disembelih, daging ini berasal dari berbagai produk alternatif yang ditanam dan dibudidayakan sebagai pengganti daging.

Proses pembuatan daging budidaya ini melibatkan bioreaktor sebagai media untuk menduplikasi sel hewan hidup ke media tanaman. Beberapa contoh dari proses pembuatan daging budidaya ini lambat laun memperlihatkan keberhasilan menggantikan daging konvensional dengan daging buatan.

Kecenderungan penelitian dalam menggantikan daging asli dengan daging yang ditanam semata-mata adalah untuk memenuhi permintaan makanan orang-orang vegan. 

Bukan hal yang mustahil ketika daging hasil dari proses penyembelihan hewan digantikan dengan daging buatan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan banyak sumbangsi terhadap peradaban manusia hingga berbagai kemungkinan manusia itu mengalami perubahan.

Sekian pembahasan mengenai Veganism atau Veganisme pada artikel kali ini. Semoga bermanfaat dan tentunya bisa berguna sebagai pengetahuan. Saya secara pribadi menuliskan ini sebagai bentuk respon saya terhadap bagaimana veganism menaruh dampak bagi keberlangsungan industri peternakan. Salam hormat dari saya sekaligus Admin. (FM/Red)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel